Liputan6.com, Jakarta Siswa SMP di Grobogan meninggal dunia diduga akibat perundungan alias bullying yang dilakukan teman-teman sekolahnya.
Peristiwa ini menyisakan duka mendalam dan mendapat perhatian dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
“Atas nama KPAI kami turut belasungkawa atas meninggalnya siswa kelas VII SMP Negeri 1 Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Angga Bagus Perwira (12), menjadi korban penganiayaan atau bullying di sekolah oleh teman-teman sekelasnya hingga meninggal,” kata komisioner KPAI, Aris Adi Leksono dalam keterangan tertulis yang diterima Health Liputan6.com, Selasa (14/10/2025).
Menurut Aris, kasus ini menunjukkan sekolah masih belum bisa menjadi tempat yang aman dan nyaman bagi anak-anak.
Masih butuh perhatian serius dari pemerintah dalam upaya pencegahan dan penanganan yang berbasis pada pemulihan terhadap kekerasan di lingkungan satuan pendidikan.
“Kasus di Grobogan ini kami melihat kurangnya pengawasan dari pihak satuan pendidikan, sehingga kajadian perkelahian pemicu terjadinya kekerasan, terjadi dua kali dalam waktu yang berdekatan. Selain itu, sistem deteksi dini terhadap situasi anak, yang berpeluang menjadi korban dan pelaku tidak berjalan dengan baik,” katanya.
Aris berharap kepolisian segera mengungkap motif pelaku dan pelaku diproses berdasarkan UU Perlindungan Anak, serta UU Sistem Peradilan Pidana Anak.
“Kepada Pemerintah Daerah agar memberikan perhatian kepada keluarga korban dalam bentuk pendampingan psikososial, bantuan hukum, hingga bantuan sosial,” katanya.
Ke depan, KPAI berharap tidak terjadi lagi kekerasan atau perundungan di sekolah.
Untuk itu, peningkatan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan layanan pencegahan dan penanganan kekerasan pada satuan pendidikan harus terus dikuatkan dalam bentuk bimtek (bimbingan teknis).
Aris juga meminta sekolah membangun sistem rujukan dengan lembaga layanan anak lainnya, sehingga sekolah tidak sendiri dalam memberikan layanan perlindungan kepada anak.
Kronologi Dugaan Perundungan di Grobogan
Sebelumnya, siswa kelas VII SMP Negeri 1 Geyer, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Angga, dilaporkan tewas di sekolah usai diduga menjadi korban perundungan teman-teman sekelasnya.
Peristiwa tragis yang menimpa Angga terjadi pada Sabtu (11/10/2025). Yang mengejutkan, bocah pendiam yang tinggal di Desa Ledokdawan, Geyer Grobogan, ini konon kerap mengalami perundungan verbal dan fisik.
Tewasnya salah satu pelajar di Kabupaten Grobogan di tangan teman teman sekelasnya itu memicu keprihatinan Dinas Pendidikan (Disdik) kabupaten setempat.
Kepala Disdik Grobogan, Purnyomo, mengaku prihatin dengan kasus dugaan perundungan yang menewaskan siswa kelas VII G, SMPN 1 Geyer.
Atas kasus yang terjadi di lingkungan sekolah ini, pihaknya berharap Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Grobogan menangani perkara ini dengan adil dan profesional.
"Kami sangat prihatin dan menyesalkan kejadian itu bisa terjadi. Ini jadi bahan evaluasi kami supaya hal serupa tidak terulang," ujar Purnyomo kepada wartawan, Selasa (14/10/2025) mengutip Regional Liputan6.com.
Purnyomo pun mengucapkan bela sungkawa kepada keluarga Angga Bagus Perwira. Selain itu, ia mengharapkan semoga polisi bisa mengungkap tuntas.
Bukan Perundungan Pertama, Sekolah Kecolongan
Informasi yang diterima Liputan6.com menyebutkan, korban sebelumnya pernah mengalami perundungan teman-temannya pada 28 Agustus 2025.
Atas kejadian yang dialami cucunya, nenek Angga bahkan pernah melaporkan ke pihak sekolah. Aduan nenek korban langsung direspons cepat pihak SMPN 1 Geyer, selanjutnya telah dimediasi internal oleh pihak sekolah.
Selama ini, korban tinggal bersama neneknya sejak belasan tahun lalu. Sebab kedua orangtua korban merantau bekerja di Cianjur, Jawa Barat.
Hal itu pun dibenarkan oleh Kepala SMPN 1 Geyer, Sukatno saat dikonfirmasi. Pihak guru Bimbingan Konseling (BK) telah melakukan pembinaan kepada pelaku yang juga rekan sekelas korban.
"Guru BK langsung menindaklanjuti dengan memberi bimbingan. Mereka teman satu kelas. Masalah selesai, pelaku sudah minta maaf. Selanjutnya mereka berteman seperti biasa," ujar Sukatno saat ditemui di ruangannya, Senin (13/10/2025).
Kasus perundungan yang menimpa Angga pada Agustus lalu, kata Sukatno, berbeda dengan dugaan perundungan hingga membuat korban meninggal. Meskipun rekan satu kelas VII G, namun pelakunya berbeda.
Sukatno mengakui pihak sekolah kecolongan atas peristiwa itu. Namun, saat itu dipastikan persoalan telah berakhir damai.
"Beda pelaku dengan yang ini. Kami sangat menyesal dan mohon maaf hal itu bisa terjadi. Kami percayakan penanganan kasus ini kepada kepolisian," tutur Sukatno.
Kasus dugaan penganiayaan yang menewaskan Angga ini, mendorong pihak keluarga menuntut keadilan. Mereka mendesak kepolisian bertindak profesional dalam menangani kasus tersebut.
Sawendra, orangtua korban sangat menyesalkan kejadian yang menimpa anaknya. Pria 38 tahun ini mengaku tak habis pikir tidak adanya pengawasan serius dari tenaga pendidik di SMPN 1 Geyer hingga membuat anaknya meninggal dunia.
Menurut Sawendra, kasus perundungan verbal dan fisik yang membayangi Angga akhir-akhir ini bahkan sudah pernah dilaporkan ke pihak sekolah setempat.
"Tidak ada kata maaf intinya dan harapannya diproses seadil-adilnya. Soalnya nyawa hubungannya ini. Kalau bisa nyawa dibayar nyawa. Tapi hukum kita ikuti aturan yang berlaku. Tapi harus dihukum setuntas-tuntasnya," ucap Sawendra.
Polisi Masih Dalami Kasus
Dikonfirmasi terpisah, Kapolres Grobogan melalui Kasat Reskrim AKP Rizky Ari Budianto, mengaku masih mendalami kasus meninggalnya Angga yang diduga korban perundungan teman-teman sekolahnya.
Tak hanya itu, pihak Penyidik Satreskrim Polres Grobogan juga masih memeriksa sejumlah saksi. Di antaranya teman-teman sekolah korban termasuk para guru SMPN 1 Geyer.
"Masih proses pemeriksaan semua. Saksi yang diperiksa banyak," ucap Rizky.
Satreskrim Polres Grobogan juga menggandeng Bidang Kedokteran dan Kesehatan (Biddokkes) Polda Jateng. Tujuannya melakukan autopsi jenazah korban. Ini adalah langkah yang ditempuh polisi untuk menindaklanjuti permintaan keluarga korban dan untuk mengetahui penyebab pasti kematian korban.
"Jadi kami harus ekstra hati-hati dan teliti dalam penanganan ini karena melibatkan anak berhadapan hukum," tutup Rizky.