Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, angkat bicara soal rencana pemutihan tunggakan.
Menurutnya, jika pemerintah merealisasikan kebijakan tersebut maka pihaknya siap mendukung dengan senang hati.
“Tentu BPJS Kesehatan siap dan dengan senang hati jika pemerintah melakukan kebijakan pemutihan tunggakan yang telah pindah komponen kepesertaan, sehingga (memberi) akses ke fasilitas kesehatan bagi penunggak yang telah pindah segmen,” kata Ali kepada wartawan dalam keterangan tertulis, Senin (14/10/2025).
Sejauh ini, sambung Ali, belum ada regulasi terkait rencana ini karena masih dalam proses pembahasan.
“Belum ada regulasi karena masih dalam proses pembahasan,” ujarnya.
Dia juga berterima kasih kepada Ombudsman yang telah memberi dukungan soal rencana pemutihan tersebut.
“Terima kasih banyak pada Ombudsman,” ucapnya.
Sebelumnya, Pimpinan/Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Robert Na Endi Jaweng, telah memberi dukungan pada rencana pemutihan tersebut.
Menurutnya, kebijakan ini tidak semata-mata soal penghapusan beban administrasi, melainkan juga merupakan upaya mengembalikan marwah jaminan sosial sebagai pelayanan publik yang menjamin sistem perlindungan humanis, inklusif, dan berkeadilan.
“Di tengah dinamika ekonomi saat ini, kita perlu mengapresiasi kebijakan penghapusan tunggakan iuran BPJS Kesehatan. Langkah ini menunjukkan bahwa jaminan sosial bukan sekadar kewajiban finansial, tetapi hak konstitusional setiap warga negara,” kata Robert dalam keterangan pers, dikutip pada Senin (13/10/2025).
Hal-hal yang Perlu Disiapkan Sebelum Pemutihan
Robert menambahkan, Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 Pasal 42 memang telah mengatur penyelesaian tunggakan iuran. Namun, tetap perlu dibuat aturan teknis yang lebih rinci agar mekanismenya jelas dan tidak menyimpang dari prosedur.
Robert menegaskan bahwa sebelum pelaksanaan kebijakan ini, terdapat beberapa hal yang perlu disiapkan dan diperbaiki. Pertama, pemerintah perlu merumuskan tata laksana pemutihan tunggakan iuran yang adil dan transparan.
“Pemerintah harus memastikan bahwa peserta yang iurannya dihapus benar-benar termasuk kelompok yang berhak. Hal ini penting untuk menjamin keadilan sosial bagi peserta yang selama ini rutin membayar iuran,” jelasnya.
Lebih Akuntabel dan Proaktif
Kedua, sambung Robert, Ombudsman RI mendorong BPJS Kesehatan untuk lebih akuntabel dan proaktif dalam menginformasikan status kepesertaan.
Dalam konteks ini, Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) menjadi instrumen penting agar kebijakan penghapusan tunggakan dapat dilakukan secara terukur dan tepat sasaran, khususnya bagi peserta non-PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang secara ekonomi kesulitan melunasi tunggakan.
Ketiga, BPJS Kesehatan diharapkan proaktif dalam reaktivasi kepesertaan.
“Saat ini terdapat sekitar 56,8 juta peserta BPJS Kesehatan tidak aktif. Kondisi ini terjadi karena BPJS Kesehatan masih cenderung pasif dan kurang persuasif dalam mendorong keaktifan peserta. Misalnya, penonaktifan 7,3 juta peserta PBI JKN beberapa waktu lalu karena nama mereka tidak tercatat dalam DTKS.”
Dia menilai, penonaktifan ini baru diketahui saat masyarakat akan mengakses layanan kesehatan, disertai tunggakan iuran yang sebelumnya tidak mereka ketahui. Sikap pasif semacam ini berdampak pada hilangnya hak masyarakat atas pelayanan kesehatan, tegas Robert.
Tingkatkan Kualitas Faskes
Keempat, Ombudsman RI meminta pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memastikan ketersediaan serta meningkatkan kualitas fasilitas kesehatan (Faskes).
“Kami meminta agar selain menyiapkan bantalan pembiayaan jaminan kesehatan, pemerintah juga memastikan fasilitas layanan kesehatan tetap patuh pada regulasi dan memprioritaskan kualitas pelayanan. Setelah itu, barulah penyelesaian administratif dilakukan,” ucap Robert.
Ombudsman RI berpandangan bahwa pemutihan tunggakan iuran BPJS Kesehatan merupakan bentuk kehadiran negara dalam mengoptimalkan perlindungan sosial bagi masyarakat. Kebijakan ini harus tepat sasaran agar benar-benar meringankan beban masyarakat dalam mengakses layanan kesehatan yang adil dan merata.
Selain itu, Ombudsman RI menghimbau masyarakat untuk melaporkan dugaan maladministrasi dalam pelayanan jaminan sosial kesehatan melalui berbagai kanal resmi Ombudsman RI, baik di pusat maupun di 34 kantor perwakilan di seluruh Indonesia.