Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan hayati luar biasa. Bahkan sejak 31.000 tahun yang lalu, bukti sejarah yang dipublikasikan di jurnal Nature mengungkap praktik medis seperti amputasi sudah dilakukan, dan pasiennya bisa selamat. Salah satu faktor pendukungnya adalah penggunaan obat-obatan herbal yang telah diwariskan turun-temurun.
Sayangnya, di tengah kekayaan alam yang begitu besar, Indonesia justru masih bergantung besar pada impor bahan baku obat. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar menyebutkan bahwa saat ini 94% bahan baku obat di Indonesia masih diimpor dari luar negeri.
"Kita tahu kan bahan baku kita masih 94%. Ini semua bisa dikembangkan. Dan kita nanti suatu ketika, kita berpikir Indonesia akan keluar dari ketergantungan 94% itu. Secara bertahap nanti obat-obat, bahan baku obat itu mungkin akan turun. Dari sekarang 94% Badan POM berusaha supaya turun jadi tinggal 90%, lalu turun 80%, turun 70%. Mungkin suatu ketika tinggal 50% bahan baku obat yang diimpor," kata Taruna dalam ajang Indonesia Herbal Mini Expo (IDHAX) 2025 di Jakarta, Selasa (14/10).
Adapun Indonesia memiliki lebih dari 30.000 jenis tumbuhan yang berpotensi menjadi bahan baku obat. Dari jumlah tersebut, sekitar 18.000 sudah diolah dalam bentuk jamu-jamuan. Namun dari belasan ribu itu, hanya 71 yang telah berkembang menjadi obat herbal terstandar, dan hanya 20 yang sudah berstatus fitofarmaka-kelas tertinggi dalam klasifikasi obat herbal di Indonesia.
Untuk mempercepat pengembangan bahan baku obat dari dalam negeri, BPOM mengusung konsep kolaborasi antara akademisi, bisnis, dan pemerintah-yang dikenal sebagai konsep ABG.
"Jika digabungkan keduanya ini, maka nanti hasil dari ribuan jamu-jamuan itu bisa berkembang jadi obat herbal terstandar. Dan dari herbal terstandar ini nanti bisa berpotensi menjadi obat," tambah Taruna.
Sementara itu Business Development and Scientific Affairs Director PT Dexa Medica Raymond Tjandrawinata juga menyoroti pentingnya pengembangan bahan baku lokal. Menurutnya, selama ini banyak perusahaan farmasi multinasional justru datang ke Indonesia untuk mencari bahan baku dari alam. Ironisnya, Indonesia sendiri belum memaksimalkan potensi ini.
"Bahan baku alam Indonesia itu memiliki diversitas alam nomor dua di dunia, setelah Brazil, bahkan sekarang itu mungkin ada 20.000 spesies tanaman obat, 20.000-30.000 tapi kalau kita kenyataannya, di Indonesia itu baru ada 20 fitofarmaka, tujuh puluh OHT (obat herbal terstandar)," kata Raymond pada kesempatan yang sama.
Penggunaan jamu memang sangat luas karena sifatnya promotif dan preventif. Tapi untuk bisa naik kelas menjadi obat herbal terstandar, dibutuhkan studi ilmiah yang mendalam, dan inilah yang saat ini masih minim dilakukan.
"Kalau jamu banyak sekali, tapi karena jamu itu bersifat promotif-preventif, akhirnya kita bisa menggunakan banyak sekali bahan baku. Tapi kalau kita melakukan scientific study yang berupa OHT, obat herbal terstandar dan fitofarmaka masih sedikit," jelas Raymond.
(dce)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Cek Dulu Sebelum Beli! BPOM Rilis Obat Herbal yang Bikin Rusak Ginjal