Cetak Biru untuk Manchester United Bangkit: Tiru 4 Langkah Sukses Liverpool, Arsenal, dan Manchester City

16 hours ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online

Liputan6.com, Jakarta Sudah lebih dari satu dekade sejak Sir Alex Ferguson pensiun, namun Manchester United masih belum menemukan arah yang jelas. Setiap musim, narasinya nyaris sama: manajer disalahkan, pemain membela, sejarah klub diangkat, lalu semuanya diulang kembali ketika pelatih berikutnya datang.

Dari David Moyes, Louis van Gaal, Jose Mourinho, Ole Gunnar Solskjaer, hingga Erik ten Hag, semuanya pernah menjadi bagian dari siklus itu. Kini, ketika Ruben Amorim datang, tidak sedikit yang menduga hasilnya akan serupa: awal yang menjanjikan, lalu terjun bebas.

Padahal, secara finansial dan reputasi global, United masih salah satu klub terbesar di dunia. Namun besarnya nama tak lagi sejalan dengan performa di lapangan. Bahkan, sekalipun angka expected goals mereka tergolong bagus, tim ini tetap tampil inkonsisten.

Lalu bagaimana Manchester United bisa kembali ke puncak Premier League? Jawabannya mungkin sederhana, salin saja formula kesuksesan rival mereka, Liverpool, Arsenal, dan Manchester City.

1. Belajar dari Liverpool: Bangun Struktur Keputusan yang Modern

Ketika Fenway Sports Group mengambil alih Liverpool, klub itu bukanlah raksasa yang ditakuti. Mereka terseok-seok di papan tengah dan sering gagal bersaing di Liga Champions. Namun dalam satu dekade terakhir, Liverpool berubah total: menjuarai Premier League, menembus final Eropa berkali-kali, dan menjadi simbol efisiensi di sepakbola modern.

Kuncinya ada pada struktur pengambilan keputusan berbasis data. Fenway menunjuk Michael Edwards dan Ian Graham untuk memastikan setiap rekrutmen bukan sekadar keputusan emosional, tapi hasil dari analisis mendalam. Jurgen Klopp, sebagai pelatih, menjadi bagian dari sistem itu, bukan pusatnya.

Di Manchester United, konsep seperti ini nyaris tidak pernah ada. Sejak era Ferguson, kekuasaan besar selalu terpusat pada manajer. Setelah ia pensiun, kekosongan itu diisi secara acak: dari direktur sepakbola dadakan hingga pelatih yang membawa pemain lamanya sendiri.

Jika Jim Ratcliffe dan INEOS serius ingin membangun ulang United, maka mereka perlu “Michael Edwards versi United”, sosok dengan visi jangka panjang yang memahami bahwa klub besar harus dikelola dengan logika, bukan nostalgia.

2. Meniru Arsenal: Investasi Besar pada Akademi dan Pemain Muda

Arsenal bangkit bukan karena satu pelatih, tapi karena percaya pada usia muda. Bukayo Saka menjadi simbol sukses akademi mereka, memberi nilai setara ratusan juta pounds tanpa biaya transfer. Bersamaan dengan itu, pemain muda seperti William Saliba, Martin Odegaard, hingga Gabriel Martinelli berkembang serempak, membentuk fondasi tim masa depan.

Strategi Arsenal sederhana: rekrut pemain sebelum masa emasnya, biarkan mereka tumbuh bersama. Hasilnya, tim Mikel Arteta kini mampu bersaing di papan atas tanpa tekanan finansial berlebihan.

Manchester United, sebaliknya, masih hidup dalam budaya “instan”. Mereka mendatangkan pemain matang dengan harga tinggi dan kontrak panjang, seperti Casemiro atau Mason Mount, meski klub belum siap bersaing di level tertinggi.

Padahal, United punya sejarah besar dalam melahirkan talenta muda, dari Ryan Giggs, Paul Scholes, hingga Marcus Rashford. Namun kini, regenerasi itu terputus. Jika ingin meniru Arsenal, United harus membangun kembali akademinya sebagai sumber utama kekuatan tim, bukan sekadar ornamen tradisi.

3. Belajar dari Manchester City: Fleksibilitas di Bangku Pelatih

Manchester City tidak hanya sukses karena Pep Guardiola, tapi karena filosofi fleksibilitas dan sistem yang jelas. Guardiola bisa mengubah Fabian Delph menjadi bek kiri, bermain tanpa striker murni, lalu memenangkan liga lagi bersama Erling Haaland, sosok yang sepenuhnya berbeda dari gaya sebelumnya.

United justru sebaliknya. Setiap pelatih datang membawa "paket" pemain sendiri dan gaya bermain yang kaku. Akibatnya, skuad mereka menjadi tambal sulam: setengah cocok dengan pelatih lama, setengah lagi untuk pelatih baru.

Klub ini perlu pelatih dengan kemampuan adaptif, bukan hanya satu ide permainan. Bukan berarti meniru Pep secara langsung, melainkan mencari manajer yang mampu memaksimalkan potensi skuad apa adanya, bukan memaksakan sistemnya.

Seorang analis yang berpengalaman di manajemen berbasis data pernah mengatakan: “Pelatih terbaik bukan yang punya satu sistem sempurna, tapi yang tahu bagaimana membuat timnya menang dengan pemain yang ada.” Itulah tipe pelatih yang dibutuhkan United saat ini.

4. Jika Semua Gagal, Jual Klubnya