
PENGURUS Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) memutuskan untuk mengakhiri kontrak lebih awal dengan pelatih asal Belanda, Patrick Kluivert. Kontrak yang pada mulanya disepakati dua tahun itu dihentikan sebelum satu tahun berjalan.
Pengakhiran kontrak lebih awal dilakukan karena Kluivert dianggap gagal memenuhi target membawa Indonesia lolos ke putaran final Piala Dunia 2026. Dua kali kekalahan di babak keempat dari tuan rumah Arab Saudi dan Irak membuat mimpi besar itu buyar.
Ketua Umum PSSI Erick Thohir, yang mengambil keputusan membawa Kluivert ke Indonesia, mengucapkan terima kasih atas kontribusi yang telah diberikan pelatih asal Belanda tersebut. Kluivert sendiri, setelah kegagalan di Jeddah, tidak pernah kembali ke Indonesia, tetapi langsung pulang ke negara asalnya.
Tidak ada pertanggungjawaban yang diberikan atas kegagalan di babak keempat tersebut. Bahkan tidak ada rekomendasi yang diminta PSSI sebagai bahan pembelajaran untuk memperbaiki sepak bola ke depan.
PSSI seakan-akan menerima kegagalan begitu saja. Lupa bahwa pengakhiran kontrak kepada seorang pelatih tidak sama dengan penghentian seorang karyawan kantor. PSSI tetap harus membayar kontrak untuk masa dua tahun yang disepakati di awal, meski tidak sampai satu tahun pelatih itu bekerja.
Ketika mengakhiri lebih awal kontrak dengan Shin Tae-yong, PSSI harus membayar kompensasi sebesar Rp65 miliar kepada pelatih asal Korea Selatan itu. Begitulah memang aturan main yang berlaku di dunia sepak bola, bahwa perlindungan terhadap pelatih begitu tingginya agar mereka tidak diberhentikan secara sewenang-wenang.
Karena itulah, penunjukan seorang pelatih jangan dilakukan secara gegabah. Harus ada pertimbangan yang matang, termasuk jangka waktu kontraknya, agar tidak ada kerugian finansial yang dihadapi saat kontrak harus diakhiri.
Manchester United yang sering gonta-ganti pelatih harus membayar mahal kesalahan dalam menunjuk juru taktik. Pada 2024, misalnya, ‘Setan Merah’ mencatat rekor tertinggi dalam pendapatan finansial mereka. Namun, tutup bukunya tetap merugi karena ada biaya kompensasi sebesar 14,5 juta pound sterling yang harus dibayarkan kepada pelatih Erik ten Hag yang dipecat di tengah jalan.
SIAPA MENANGGUNG
Pertanyaannya, dalam kasus penghentian Shin Tae-yong dan kemudian Kluivert sekarang ini, siapa yang menanggung biayanya? Apakah itu dibayarkan oleh kas PSSI atau ditanggung oleh para pengurus PSSI?
Akuntabilitas keuangan organisasi olahraga penting diketahui publik karena PSSI merupakan organisasi milik rakyat Indonesia. Ada unsur anggaran negara dalam keuangan PSSI. Kalaupun ada bantuan dari FIFA, itu pun diberikan atas nama negara. Demikian pula uang dari sponsor, sebab perusahaan mau memberikan dananya karena ada nama Indonesia di balik PSSI. Apalagi uang yang berasal dari penjualan tiket atau merchandise, itu sepenuhnya uang dari kantong rakyat.
Tuntutan terhadap akuntabilitas keuangan PSSI bukan bermaksud untuk menuduh adanya praktik korupsi. Namun, pengurus olahraga perlu berhati-hati dalam pengelolaan anggaran agar tidak ada penghamburan secara sia-sia. Termasuk perlu dibukanya biaya yang harus dikeluarkan untuk naturalisasi pemain yang semakin banyak jumlahnya. Berapa biaya ‘transfer’ yang dikeluarkan negara kepada setiap pemain yang didatangkan dan berapa anggaran bulanan yang harus diberikan agar mereka mau ‘memegang’ dua paspor.
Ada konsekuensi hukum di balik semua proses itu. Kita selama ini tutup mata karena semua memiliki mimpi untuk lolos ke putaran final Piala Dunia. Pemerintah, legislatif, dan sebagian masyarakat membenarkan dan mendukung langkah yang dilakukan PSSI.
Setelah mimpi itu buyar, saatnya kita menata kembali jalan pembinaan secara benar. Termasuk perlunya melihat biaya yang sudah dikeluarkan selama empat-lima tahun terakhir ini untuk pembinaan sepak bola.
Semua itu perlu dilakukan agar kita tidak menjadi bangsa yang mudah menghambur-hamburkan sumber daya. Kalau ingin menjadi bangsa yang besar, kita harus mampu untuk mengelola sumber daya secara bertanggung jawab.
Semua bangsa yang maju pasti pandai untuk berhemat. Pepatah Inggris menyebutkan ‘Frugality is the mother of investment’. Sikap hemat merupakan modal untuk kemajuan. Bahkan bangsa Korea tidak mau bergantung pada sumber daya alam. Mereka lebih percaya pada sumber daya manusia sebagai kekuatan, karena resources is limited, creativity is unlimited.
HARUS MAU BELAJAR
Kegagalan untuk lolos ke putaran final Piala Dunia 2026 harus bisa dipetik pelajarannya agar kita tidak terantuk dua kali pada batu yang sama. Kita harus mau membuka mata bahwa menjadi yang terbaik, menjadi juara itu harus melalui sebuah proses.
Yang namanya proses tidak pernah ada yang instan. Kita tidak pernah bosan untuk mengatakan, jangan pernah ingin memanen kalau tidak pernah mau menanam. Bahkan dari kegagalan yang baru saja terjadi, kita mendapat pelajaran lagi bahwa setelah menanam pun harus ada kemauan untuk merawat, untuk memupuk.
Saya ingin kembali mengulangi, kegagalan Indonesia untuk lolos ke putaran final Piala Dunia 2026 merupakan sesuatu yang wajar karena kita tidak melakukan proses yang benar. Setelah kemenangan atas Arab Saudi di babak ketiga, kita menjadi pribadi yang jemawa. Seakan-akan kesuksesan itu akan datang dengan sendirinya karena tim nasional kita sudah hebat, sudah berkelas dunia.
Pekan lalu, saat menghadiri penutupan World Expo 2025 di Osaka dan bertemu dengan beberapa diaspora, mereka mengatakan wajar apabila Indonesia kalah 0-6 dari Jepang. Sebab, menjelang pertandingan, para pemain Indonesia lebih banyak jalan-jalan dan belanja. Sementara para pemain Jepang, meski sudah pasti lolos ke putaran final, terus tekun berlatih untuk memperbaiki diri.
Manchester United yang biasa gonta-ganti pelatih, kali ini mereka belajar untuk sabar meski di bawah pelatih Ruben Amorim prestasi ‘Setan Merah’ naik-turun. Minggu malam besok pun ancaman besar menghadang mereka karena harus bertandang ke Anfield untuk menghadapi sang ‘musuh besar’, Liverpool.
Dengan persentase kekalahan sampai 50% dari jumlah pertandingan yang dimainkan di awal musim ini, prestasi ‘Setan Merah’ sangatlah memprihatinkan. Sepanjang Amorim masih menggunakan kacamata kuda dalam menerapkan taktik bermain, besok malam mereka akan mudah untuk kembali menelan pil pahit.
Beruntung Liverpool pun sedang limbung. Tiga kekalahan beruntun yang dialami tim asuhan Arne Slot menunjukkan bahwa sang juara bertahan tidak sedang baik-baik saja. Kalau Slot bisa menemukan akar persoalan dan segera membenahinya, Liverpool tidak hanya bisa bangkit, tetapi juga sangat menakutkan. ‘Tim Merah’ yang haus kemenangan akan melumat ‘Setan Merah’. Dan, pil pahit itu pernah dirasakan Ten Hag ketika Liverpool menggunduli Manchester United 7-0.