Diplomasi Santri dan Masa Depan Soft Power Indonesia

6 hours ago 2
informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online informasi terbaru berita terbaru kabar terbaru liputan terbaru kutipan terbaru informasi terkini berita terkini kabar terkini liputan terkini kutipan terkini informasi terpercaya berita terpercaya kabar terpercaya liputan terpercaya kutipan terpercaya informasi hari ini berita hari ini kabar hari ini liputan hari ini kutipan hari ini informasi viral online berita viral online kabar viral online liputan viral online kutipan viral online informasi akurat online berita akurat online kabar akurat online liputan akurat online kutipan akurat online informasi penting online berita penting online kabar penting online liputan penting online kutipan penting online informasi online terbaru berita online terbaru kabar online terbaru liputan online terbaru kutipan online terbaru informasi online terkini berita online terkini kabar online terkini liputan online terkini kutipan online terkini informasi online terpercaya berita online terpercaya kabar online terpercaya liputan online terpercaya kutipan online terpercaya informasi online berita online kabar online liputan online kutipan online informasi akurat berita akurat kabar akurat liputan akurat kutipan akurat informasi penting berita penting kabar penting liputan penting kutipan penting informasi viral berita viral kabar viral liputan viral kutipan viral slot slot gacor slot maxwin slot online slot game slot gacor online slot maxwin online slot game online slot game gacor online slot game maxwin online demo slot demo slot online demo slot game demo slot gacor demo slot maxwin demo slot game online demo slot gacor online demo slot maxwin online demo slot game gacor online demo slot game maxwin online rtp slot rtp slot online rtp slot game rtp slot gacor rtp slot maxwin rtp slot game online rtp slot gacor online rtp slot maxwin online rtp slot game gacor online rtp slot game maxwin online
MI/Seno MI/Seno(Dok. Pribadi)

SETIAP 22 Oktober, puluhan ribu pesantren dan ratusan kampus Islam di seluruh Indonesia serentak memperingati Hari Santri. Suasananya khidmat sekaligus semarak. Mahasiswa dan dosen mengenakan sarung, peci, dan baju koko; mahasiswi tampil anggun dengan gamis atau kebaya santri.

Di berbagai daerah, upacara bendera, kirab budaya, lomba baca kitab, dan seminar kebangsaan digelar silih berganti. Tradisi yang berakar di pesantren itu kini meluas ke ruang akademik dan publik, menjadikan Hari Santri bukan sekadar seremoni, melainkan juga perayaan kontribusi santri bagi kebangsaan Indonesia.

Peringatan itu berakar pada sejarah Resolusi Jihad 22 Oktober 1945 ketika para ulama dan santri menyerukan pembelaan Tanah Air sebagai bagian dari iman. Spirit itulah yang kemudian melahirkan tradisi keislaman yang patriotik dan terbuka terhadap kebangsaan. Di era sekarang, semangat itu menemukan makna baru: bagaimana nilai-nilai kesantrian dapat diterjemahkan menjadi kekuatan sosial dan diplomatik yang relevan bagi dunia modern.

Selama ini, peran santri kerap dipahami sebatas moralitas dan pendidikan. Padahal, jaringan pesantren dan etika santri menyimpan potensi besar sebagai soft power Indonesia--kekuatan yang tidak mengandalkan tekanan, tapi daya tarik nilai, kebijaksanaan, dan keteladanan. Jika nilai-nilai kesantrian mampu bergerak dari ruang domestik ke ruang diplomatik, Indonesia dapat menghadirkan bentuk baru dari kekuatan global: pengaruh yang tumbuh dari kebudayaan, bukan dari kekuasaan.

PESANTREN SEBAGAI SUMBER SOFT POWER INDONESIA

Pesantren merupakan institusi sosial tertua di Nusantara yang telah melahirkan banyak tokoh pendidikan, ekonomi, dan pergerakan nasional. Ia tidak hanya membentuk karakter religius, tetapi juga menanamkan etika publik: disiplin, kesederhanaan, dan tanggung jawab sosial. Nilai-nilai itu, bila diterjemahkan dalam konteks diplomasi, melahirkan karakter bangsa yang santun dan berimbang--karakter yang kini menjadi wajah Islam Indonesia di mata dunia.

Menurut data Education Management Information System (EMIS) Kementerian Agama pada 2024, terdapat lebih dari 36 ribu pesantren aktif dengan sekitar 5 juta santri di seluruh Indonesia. Skala sosial sebesar itu menjadikan pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, melainkan juga jaringan sosial yang terorganisasi dan dinamis.

Banyak pesantren kini tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga mengembangkan unit usaha, koperasi, dan pelatihan keterampilan yang menopang ekonomi lokal. Pesantren Al-Ittifaq di Bandung, misalnya, mengelola pertanian organik yang produknya menembus pasar ritel nasional; Pesantren An-Nur II di Malang memanfaatkan energi surya untuk kebutuhan listrik mandiri; sementara di Jawa Timur, sejumlah pesantren mulai membangun startup rantai pasok halal yang berjejaring dengan pelaku usaha Asia Tenggara.

Kemandirian ekonomi dan sosial ini menunjukkan bahwa pesantren telah menjadi laboratorium soft power Indonesia--memadukan nilai keagamaan dengan inovasi sosial. Dalam teori hubungan internasional, kekuatan seperti ini sering disebut cultural diplomacy: diplomasi yang menumbuhkan pengaruh melalui kebudayaan, bukan kekuasaan. Pesantren memberi bukti bahwa Islam dapat tumbuh sejalan dengan kemajuan sekaligus menjaga keseimbangan sosial di tengah perubahan zaman.

Di tengah meningkatnya slamofobia dan fragmentasi politik global, pengalaman pesantren dalam mengelola keberagaman menjadi sumber narasi yang bernilai tinggi. Ia menawarkan wajah Islam yang damai, produktif, dan berakar di masyarakat--wajah yang dapat memperkuat citra Indonesia sebagai pusat moderasi Islam dunia. Dari ruang-ruang pengajian yang sederhana, lahirlah etika sosial yang dapat diterjemahkan menjadi bahasa diplomasi: menenangkan, menghargai, dan mempersatukan.

MENATA ARAH BARU DIPLOMASI SANTRI

Dalam teori hubungan internasional, soft power berarti kemampuan suatu bangsa memengaruhi pihak lain melalui daya tarik nilai, budaya, dan moralitas. Indonesia memiliki modal besar untuk membangun kekuatan ini, tetapi belum mengelolanya secara sistematis. Nilai-nilai pesantren yang berpijak pada keseimbangan dan integritas moral dapat menjadi pondasi bagi diplomasi publik Indonesia yang berbeda dari negara lain--diplomasi yang tidak menonjolkan kekuasaan, tetapi kepercayaan.

Selama ini, upaya diplomasi berbasis Islam moderat telah berjalan melalui berbagai jalur. Kementerian Luar Negeri, misalnya, aktif mempromosikan citra Islam Indonesia yang toleran dalam forum internasional seperti Bali Democracy Forum dan berbagai dialog lintas agama di Asia dan Eropa. Dalam beberapa tahun terakhir, Kemenlu juga mengarusutamakan konsep wasathiyah Islam--Islam yang moderat dan rasional--sebagai narasi resmi diplomasi Indonesia di berbagai forum global. Di sisi lain, Kementerian Agama secara berkala mengirim delegasi ulama dan tokoh pesantren dalam program Santri Goes International serta forum moderasi beragama di negara-negara mitra.

Namun, kegiatan-kegiatan tersebut masih berjalan sendiri-sendiri dan belum dirancang dalam satu kerangka diplomasi santri yang terpadu. Padahal, diplomasi berbasis pesantren membutuhkan arah strategis jangka panjang dan koordinasi lintas lembaga yang berkesinambungan.

Diplomasi santri dapat dijalankan melalui tiga jalur utama. Pertama, pendidikan dan kebudayaan. Indonesia dapat menawarkan beasiswa bagi pelajar dari negara-negara konflik untuk belajar di pesantren. Mereka akan menyaksikan praktik keberagamaan yang damai dan menghargai perbedaan, lalu menjadi jembatan pemahaman ketika kembali ke negaranya.

Kedua, ekonomi dan pemberdayaan. Koperasi pesantren dan usaha mikro santri dapat dikaitkan dengan rantai pasok halal global yang nilainya diproyeksikan melampaui US$3 triliun pada 2028, menurut State of the Global Islamic Economy Report 2023/24.

Ketiga, kemanusiaan. Santri dapat berperan sebagai relawan internasional melalui lembaga zakat dan filantropi nasional yang telah memiliki reputasi global seperti Baznas dan Dompet Dhuafa.

Namun, untuk menjalankan semua itu, dibutuhkan kapasitas dan kesiapan sumber daya manusia yang memadai. Sebagian besar pesantren belum memiliki kemampuan bahasa asing, literasi digital, atau pemahaman geopolitik yang kuat. Modernisasi pesantren harus diarahkan bukan untuk mengganti tradisi, melainkan memperluas jangkauan. Pemerintah dapat memperkuat pendidikan global di pesantren, menyediakan pelatihan diplomasi publik, serta membuka jalur pertukaran akademik antara pesantren dan lembaga Islam di luar negeri. Sebagaimana lembaga kebudayaan dan pusat bahasa menjadi simpul diplomasi kultural di banyak negara, pesantren pun dapat memainkan fungsi serupa bagi diplomasi nilai Indonesia.

Langkah-langkah itu perlu disertai dengan kebijakan jangka panjang yang menempatkan pesantren sebagai bagian dari infrastruktur diplomasi nasional. Pesantren harus sejajar dengan sektor budaya, seni, dan bahasa dalam strategi soft power Indonesia. Bila terwujud, diplomasi santri tidak lagi sekadar gagasan simbolis, tetapi menjadi praktik kebijakan luar negeri yang konkret--membangun pengaruh melalui keteladanan, bukan dominasi. Pada akhirnya, diplomasi bukan semata soal kepentingan negara, melainkan juga tentang bagaimana nilai-nilai bangsa mampu membangun kepercayaan di antara sesama manusia.

KEKUATAN YANG BERAKAR DAN KASUS TRANS7

Hari Santri seharusnya tidak hanya menjadi perayaan sejarah, tetapi juga momentum untuk meninjau ulang arah politik luar negeri Indonesia. Dunia tengah mengalami kekosongan kepemimpinan moral. Diplomasi yang bertumpu pada kekuatan ekonomi dan militer terbukti tidak cukup menjawab krisis kemanusiaan, dari Gaza hingga Myanmar.

Indonesia memiliki peluang tampil sebagai penengah melalui kekuatan lunak yang bersumber dari nilai-nilai kesantrian: moderat, adil, dan menghargai martabat manusia. Dalam konteks global yang terpolarisasi, nilai-nilai itu bisa menjadi kontribusi khas Indonesia bagi perdamaian dunia. Langkah Indonesia menjadi tuan rumah High-Level Dialogue on Interfaith and Intercultural Understanding pada tahun lalu, misalnya, menunjukkan bahwa diplomasi nilai mulai menjadi poros baru dalam kebijakan luar negeri.

Namun, di tengah upaya itu, kita diingatkan oleh insiden yang baru saja ramai: tayangan salah satu stasiun televisi nasional Trans7 yang melecehkan kiai sepuh dan Pesantren Lirboyo. Peristiwa itu menjadi cermin betapa dangkalnya sebagian media memahami tradisi kesantrian. Pesantren dipersepsikan dengan kacamata hiburan, b...

Read Entire Article