
RIBUAN warga Israel kembali turun ke jalan di Tel Aviv pada Selasa (26/8) waktu setempat. Mereka menuntut pemerintah segera menghentikan perang di Gaza dan membuat kesepakatan untuk memulangkan para sandera.
Aksi digelar bertepatan dengan pertemuan kabinet keamanan yang membahas kelanjutan operasi militer di Jalur Gaza. Protes mulai berlangsung sejak pagi hari. Massa memblokade sejumlah jalan di pusat kota Tel Aviv sambil mengibarkan bendera Israel dan mengangkat foto-foto para sandera.
Media lokal melaporkan sebagian pengunjuk rasa juga mendatangi kantor cabang Kedutaan Besar AS, serta rumah-rumah sejumlah menteri.
Menjelang malam, jumlah massa semakin bertambah memenuhi Alun-Alun Sandera yang selama berbulan-bulan menjadi pusat gerakan protes. Suara terompet, peluit, dan tabuhan drum mengiringi teriakan massa.
"Pemerintah telah mengecewakan kami, kami tidak akan menyerah sampai semua sandera pulang," kata salah satu peserta aksi, Yoav Vider.
"Saya berada di sini terutama untuk memprotes, dan menyerukan agar pemerintah segera membuat kesepakatan untuk membawa pulang semua sandera serta mengakhiri perang," imbuhnya.
Namun, usai rapat kabinet, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tetap tidak memberikan kejelasan mengenai arah kebijakan pemerintah.
Sebelumnya, kabinet keamanan Israel menyetujui rencana operasi militer untuk mengambil alih Kota Gaza pada awal Agustus lalu. Langkah itu memunculkan kekhawatiran baru atas keselamatan para sandera dan memicu gelombang protes besar-besaran.
"Kami baru saja selesai rapat kabinet. Saya rasa tidak bisa terlalu banyak menjelaskan. Tapi saya akan katakan satu hal: Ini dimulai di Gaza, dan akan berakhir di Gaza. Kami tidak akan membiarkan monster-monster itu tetap ada di sana," kata Netanyahu.
Tekanan terhadap Israel kian meningkat, baik dari dalam negeri maupun dunia internasional. Utusan Presiden AS Donald Trump menyebut pihaknya akan menggelar pertemuan di Gedung Putih pada Rabu (27/8) untuk membahas rencana komprehensif terkait masa depan Gaza pascaperang.
"Kami punya pertemuan besar yang dipimpin presiden besok, dan itu rencana yang sangat menyeluruh," kata Steve Witkoff kepada Fox News.
Netanyahu pekan lalu memerintahkan pembicaraan segera guna membebaskan para sandera namun sekaligus menegaskan tekad untuk melanjutkan serangan di Gaza. Hal itu berlangsung hanya beberapa hari setelah Hamas menyatakan menerima proposal gencatan senjata baru dari mediator yang mencakup pembebasan sandera secara bertahap selama 60 hari dengan imbalan pelepasan tahanan Palestina.
Di Doha, juru bicara Kementerian Luar Negeri Qatar, Majed al-Ansari, menegaskan pihak mediator masih menunggu jawaban dari Israel terkait tawaran tersebut.
"Tanggung jawab kini ada di pihak Israel untuk menanggapi tawaran yang ada. Segala hal lain hanyalah manuver politik dari pihak Israel," ujarnya.
Keluarga para sandera di Israel semakin keras mengkritik pemerintah. Ruby Chen, ayah dari seorang sandera yang diculik Hamas pada Oktober 2023, menyebut Netanyahu lebih memprioritaskan penghancuran Hamas dibanding pembebasan sandera. Dia menganggap para sandera dikorbankan demi kepentingan politik.
Sementara itu, kecaman dunia terhadap Israel semakin tajam setelah serangan udara menghantam Rumah Sakit Nasser di Khan Younis pada Senin (25/8). Serangan tersebut menewaskan sedikitnya 20 orang, termasuk empat tenaga kesehatan dan lima jurnalis dari Al Jazeera, Associated Press, dan Reuters.
Militer Israel mengakui melancarkan serangan tersebut dengan alasan menargetkan sebuah kamera pengintai milik Hamas di dekat rumah sakit. (AFP/I-1)