Bogota/Istanbul (ANTARA) - Presiden Venezuela Nicolas Maduro, Rabu (15/10) menyatakan bahwa negaranya mencari kedamaian di Karibia dan menolak 'ambisi imperialis' AS yang dinilainya mengancam stabilitas regional.
"Kami tidak ingin perang terjadi di Karibia atau Amerika Latin, kami hanya ingin kedamaian," ujar Maduro dalam pertemuan Dewan Kedaulatan Nasional dan Perdamaian di Caracas.
Ia menuduh Washington memperluas kehadiran militernya di kawasan tersebut dan menggunakan kekuasaan untuk “memaksakan satu cara berpikir, satu sistem, dan satu otoritas,” sambil menegaskan bahwa “era itu sudah lama berakhir.”
Maduro juga menuduh CIA bertanggung jawab atas “peristiwa negatif” di Afghanistan, Irak, Libya, Argentina, dan Chile. Dia menyerukan negara-negara Amerika Latin untuk bersatu melawan apa yang disebutnya campur tangan Amerika Serikat.
"Rakyat Venezuela bermartabat, penuh kasih sayang, dan pekerja keras, namun AS mencoba menciptakan narasi yang menggambarkan orang Venezuela sebagai orang jahat, sementara orang kulit putih yang superior dan rasis digambarkan sebagai orang baik," ujarnya.
Menurut Maduro sudah saatnya AS mengakhiri wacana diskriminatif dan xenofobik yang menyamakan identitas Venezuela dengan organisasi kriminal yang telah dibubarkan di negaranya.
Sebelumnya Presiden AS Donald Trump menandatangani sebuah dekrit yang mengizinkan pengerahan pasukan Amerika yang lebih luas untuk melawan kartel narkoba Amerika Latin.
Atas perintah tersebut, AS menempatkan kapal perang dan kapal selam di lepas pantai Venezuela pada akhir Agustus.
Selain itu, Menteri Pertahanan AS Pete Hegseth mengatakan bahwa militer Amerika siap untuk melakukan operasi militer di Venezuela, termasuk pergantian rezim jika diperlukan.
Maduro menanggapi dengan memobilisasi 4,5 juta anggota milisi, dan menyatakan bahwa negaranya siap untuk menangkal potensi agresi apa pun.
Caracas serta sejumlah pengamat internasional mengkritik langkah Washington yang terus menargetkan kapal di lepas pantai Venezuela dengan dalih operasi antinarkoba, menyebutnya sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional.
Sumber: Anadolu
Baca juga: Ekonom Brasil: Retorika Trump soal Venezuela mirip skenario Irak 2003
Baca juga: Venezuela luncurkan latihan militer skala besar
Penerjemah: Yoanita Hastryka Djohan
Editor: Primayanti
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.