Liputan6.com, Jakarta - Elon Musk kembali menjadi sorotan setelah perusahaan rintisannya, xAI, mengambil langkah besar di dunia kecerdasan buatan (AI).
Musk mengumumkan bahwa model AI Grok 2.5 kini sudah resmi dibuka untuk publik lewat platform open source Hugging Face.
“Model Grok 2.5, yang merupakan model terbaik kami tahun lalu, kini tersedia secara open source,” tulis Musk dalam unggahannya di X, dikutip dari TechCrunch, Kamis (28/8/2025).
Ia menambahkan bahwa versi berikutnya, Grok 3, direncanakan akan menyusul dibuka enam bulan mendatang.
Kabar keterbukaan akses terhadap Grok AI memungkinkan siapa saja di ranah teknologi untuk dapat bebas menguji kemampuan model ini, membedah cara kerjanya, hingga menciptakan pengembangan baru yang lebih sesuai dengan kebutuhan lapangan.
Keputusan Musk ini bisa dilihat juga sebagai sinyal baru bahwa xAI mulai berani bersikap lebih terbuka, terutama di tengah persaingan industri AI dunia yang makin ketat.
Kontroversi yang Mengiringi Grok
Meski mendapat sambutan positif, perjalanan Grok tidak sepenuhnya lancar begitu saja. Tahun ini, chatbot tersebut menuai kontroversi dikarenakan beberapa tanggapannya yang pernah menyinggung isu sensitif.
Grok sempat menyinggung teori konspirasi “genosida kulit putih”, meragukan jumlah korban Holocaust, hingga menyebut dirinya sebagai “MechaHitler”.
Pernyataan-pernyataan itu memicu kritik keras, sehingga membuat xAI buru-buru mempublikasikan sistem prompt Grok di GitHub sebagai bentuk transparansi.
Insiden tersebut memperlihatkan bagaimana model AI yang canggih pun bisa terseret ke isu-isu berbahaya dan sensitif jika tidak diawasi dengan ketat.
Namun, Musk tetap berusaha mempertahankan reputasi Grok sebagai AI yang menurutnya dirancang untuk mencari kebenaran. Ia bahkan menyebut Grok 4, versi terbaru yang sedang dikembangkan, sebagai “AI pencari kebenaran maksimal”.
Meskipun begitu, model ini masih rawan bias karena masih sering merujuk pada akun media sosial Musk sebelum memberi jawaban atas isu kontroversial.
Lisensi Grok Jadi Sorotan
Selain isinya, lisensi yang diterapkan pada Grok 2.5 juga ikut menjadi perhatian. Seorang insinyur AI, Tim Kellogg, menyebut bahwa lisensi Grok bersifat khusus dan mengandung beberapa klausul yang dianggap anti-kompetitif.
Meskipun model ini disebut “open source”, pengguna juga tetap harus berhati-hati terhadap aturan yang ditetapkan xAI. Kondisi ini membuat sebagian pihak mempertanyakan sejauh mana keterbukaan yang dijanjikan Musk benar-benar berlaku.
Di satu sisi, publik diberi kesempatan memanfaatkan model Grok, tapi di sisi lain, ada pembatasan yang bisa menghambat kebebasan para pengembang.
Di balik semua permasalahan itu, pengumuman ini tetap dianggap sebagai langkah maju dibanding perusahaan besar AI yang hanya menutup diri.
Walaupun lisensinya tidak sepenuhnya bebas, keputusan membuka Grok 2.5 tetap memberi nilai tambah bagi riset, terutama untuk pengembangan aplikasi AI itu sendiri, khususnya di sektor pendidikan, penelitian, maupun industri.
Dampak bagi Industri AI Global
Keputusan Musk membuka Grok 2.5 diprediksi dapat menyebabkan efek dampak yang menjalar bagi industri AI global.
Karena model ini sekarang bisa diakses publik, berbagai laboratorium riset dan startup berpeluang dapat menjajal tanpa terbebani biaya lisensi yang mahal.
Langkah ini bisa memicu “perlombaan keterbukaan” di dunia AI, di mana perusahaan lain ikut terdorong membuka sebagian teknologinya agar tidak ditinggalkan pasar.
Pesaing besar seperti OpenAI atau Google DeepMind bisa saja terkena dampaknya, dikarenakan perusahaan ini yang masih menutup rapat model mereka.
Namun, ada juga yang mengingatkan bahwa keterbukaan tanpa pengawasan ketat bisa juga menimbulkan risiko penyalahgunaan.
Pada akhirnya, Grok 2.5 bisa jadi awal dari perubahan besar dalam cara industri AI dibangun dan dibagikan ke publik.