Liputan6.com, Jakarta Aspmyra Stadion menjadi ikon utama Bodo/Glimt. Berlokasi di kota Bodo, Norwegia, stadion ini identik dengan permukaan sintetisnya.
Kondisi iklim yang ekstrem di lingkar Arktik membuat penggunaan rumput buatan jadi solusi utama. Bukan sekadar gaya, melainkan keharusan untuk menjaga kelancaran pertandingan.
Hujan, salju, hingga hujan es kerap turun di wilayah ini. Namun pertandingan tetap berjalan berkat lapangan sintetis yang lebih stabil dan mudah dirawat. UEFA pun masih memberi izin pemakaian rumput buatan selama sesuai standar, sehingga Aspmyra tetap bisa digunakan dalam kompetisi Eropa.
Banyak tim tamu yang kesulitan beradaptasi dengan kondisi cuara plus lapangan tersebut. Tak jarang mereka harus pulang dengan hasil buruk meski datang sebagai favorit. Dari situ, reputasi Aspmyra sebagai “Benteng Arktik” mulai muncul.
Mengapa Aspmyra Memilih Rumput Sintetis?
Letak Bodo di wilayah utara Norwegia membuat cuaca tak menentu, bahkan sering ekstrem. Dengan lapisan pemanas di bawah permukaan sintetis, lapangan tak membeku meski diselimuti salju. Pertandingan pun tetap bisa digelar meski suhu sangat rendah.
Aspmyra pertama kali beralih ke rumput sintetis pada 2006. Permukaan itu kemudian diperbarui pada 2014 dan terakhir diganti lagi pada 2022. Menurut data Asosiasi Sepak Bola Norwegia (NFF), ukuran lapangan 68x105 meter dan dilengkapi sistem pemanas, sehingga sesuai regulasi.
Selain karena faktor cuaca, rumput sintetis juga lebih efisien. Lapangan tahan dipakai berulang kali, bisa dipakai untuk latihan maupun pertandingan, serta biaya perawatannya lebih murah dibanding rumput alami di iklim dingin. Keputusan ini sesuai dengan aturan UEFA yang sejak awal 2000-an mengizinkan lapangan sintetis di turnamen resmi.
Stabil di Cuaca Ekstrem dan Sah untuk Kompetisi Eropa
Permukaan buatan dengan sistem pemanas menjaga kualitas lapangan tetap elastis. Saat badai salju turun pagi hari, lapangan bisa dibersihkan dengan alat berat, lalu siap dimainkan malam harinya tanpa kendala. Salah satunya pernah terjadi saat melawan Lazio di Liga Europa.
UEFA secara resmi membolehkan stadion dengan rumput sintetis asalkan lulus uji sertifikasi. Karena itu, Aspmyra bisa menggelar laga fase grup hingga babak gugur di kompetisi Eropa. Media internasional beberapa kali menyoroti bahwa kondisi ini membuat permainan lebih seimbang, terutama bagi tim tamu yang jarang berkompetisi di lapangan buatan.
Konsistensi performa kandang Bodo/Glimt terlihat jelas sejak 2021. Catatan apik itu membuat Aspmyra mendapat label sebagai salah satu stadion paling sulit di kawasan Skandinavia.
Korban-Korban Besar di Aspmyra: Dari Mourinho Hingga Mees Hilgers
Sejumlah klub ternama Eropa sudah merasakan sulitnya bermain di Aspmyra. Salah satunya adalah AS Roma yang kala itu dilatih Jose Mourinho.
Pada fase grup UEFA Conference League 2021/22, Roma kalah telak 6-1 dari Bodo/Glimt. Kekalahan itu menjadi salah satu yang terburuk sepanjang karier kepelatihan Mourinho..
Korban lainnya adalah FC Porto, mantan tim asuhan Mourinho. Dalam laga pembuka Liga Europa 25 September 2024, Bodo/Glimt menang 3-2 meski sempat tertinggal lebih dulu. Kemenangan tersebut mempertegas reputasi Aspmyra sebagai kandang angker.
Aspmyra juga mencatat kemenangan 2-0 atas Lazio di perempat final Liga Europa 2024/25. Laga digelar dalam kondisi bersalju, tetapi tetap berjalan lancar berkat permukaan sintetis yang tahan cuaca.
Bek Timnas Indonesia, Mees Hilgers, juga pernah merasakan pahitnya Aspmyra. Pada Februari 2025, Twente yang dibelanya kalah 5-2, bahkan Hilgers mencetak gol bunuh diri di penghujung laga.